*PERHATIAN :
tulisan ini merupakan asli buatan penulis
hukum-dan-lainnya.blogspot.com, dimana penulisan tulisan ini dikutip
dari beberapa buku yang telah dicantumkan dalam footnote, sehingga
tulisan ini bukanlah tulisan yang bersifat plagiat. semoga bermanfaat.
Di Indonesia dalam KUHAP tidak ada sama sekali
penyebutan maupun pengertian dari Plea Bargain itu sendiri,namun menurut Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, Indonesia sebenarnya sudah mengenal konsep plea bargain
bila mengacu Pasal 10 ayat (2) UU No 13 Tahun 2006 tentang LPSK. “Dasar
hukumnya, kita sudah punya,” tegasnya.Hal tersebut dapat disimak pada isi Pasal 10 ayat (2) secara lengkap, “Seorang saksi yang juga tersangka dalam
kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat
dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan”.Namun, sayangnya, dalam praktik pasal ini tidak berjalan. Ketentuan ini
jarang sekali digunakan oleh jaksa dan hakim yang memutus suatu perkara.[1]
Artidjo memberi contoh KUHP dan KUHAP yang belum sepenuhnya mengadopsi
prinsip-prinsip restorative justice, plea bargaining, crown
witness, dan penyelesaian perkara kecil melalui prosedur informal, atau
mediasi penal. Akibatnya, yang menjadi korban adalah masyarakat yang lemah
secara ekonomi dan politik. Dimana akibatnya kelompok masyarakat yang rentan
secara politik dan lemah secara ekonomi menjadi sulit memperoleh keadilan.[2]Sedangkan
Plea Bargain sebenarnya telah diterapkan di Negara-negara maju seperti Amerika
dan juga telah diterapkan di India. Di pengadilan federal Amerika Serikat,
mekanisme Plea bargain diatur oleh sub bagian (e) dari rule 11 dari the
Federal Rules of Criminal Procedure. Berdasarkan Rule 11 (e) ini, penuntut
umum dan terdakwa dapat menyepakati suatu perjanjian
dimana terdakwa mengakui
kesalahannya (pleads guilty) dan penuntut umum menawarkan apakah
tuntutannya akan dicabut, merekomendasikan kepada pengadilan usulan vonis
tertentu atau sepakat untuk tidak melawan keinginan terdakwa atas vonis ia
harapkan. Mekanisme ini harus dilakukan sebelum proses pengadilan dimulai.
Jika melihat statistik dari United States Departement of Justice (2000),
37,188 terdakwa melakukan mekanisme ini, yakni sebanyak total 87,1% sementara
hanya 5,2% melanjutkan ke pengadilan. Sebanyak 18, 709 terdakwa yang
menggunakan penasihat hukum, 84,6% melakukan mekanisme plea bargain, sedangkan
6,4% meneruskan ke pengadilan.[3]Supreme
Court Amerika Serikat telah menyatakan mekanisme plea bargain adalah
elemen esensial dan diinginkan dalam sistem peradilan pidananya.[4]
Sebanyak 95% dakwaan di Amerika serikat diselesaikan dengan pengakuan bersalah
dari terdakwa. Peradilan sendiri merasa diuntungkan dari resiko dan
ketidakpastian proses peradilan. Di India mekanisme plea bargain dikenal
di India sejak ditegaskan pengaturannya dalam Section 265A dari BAB XXIA
Criminal Procedure Code. Aturan ini mengatur tentang penggunaan dari meknaisme plea
bargaining. Beberapa persyaratan Plea bargain bervariasi disetipa
negara yang mempraktekkan mekanisme ini, di India persyaratan Plea bargain
antara lain[5]:
·
Plea
Bargaining hanya dapat digunakan dalam perkara yang hukumannya dibawah 7 tahun.
·
Tidak
dapat diaplikasikan untuk perkara yang bisa mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi
negara atau telah didakwa melakukan pidana terhadap seorang perempuan atau
seorang anak dibawah 14 tahun
·
Permohonan
untuk mengajukan Plea bargain harus secara sukarela oleh terdakwa
Konsep ini tidak berlaku bagi pelaku kriminal yang ancaman
hukumannya diatas 7 tahun, tindak pidana yang mempengaruhi kondisi sosial
ekonomi dari negara sebagaimana dinyatakan oleh Central Government, dan
tindak pidana yang korbannya adalah
perempuan dan anak-anak dibawah 14 tahun. Ketentuan ini juga tidak berlaku bagi
pelaku tindak pidana dengan ancaman hukuman mati dan seumur hidup. Dalam
section 265L CrPC, disebutkan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai plea
bargaining bagi pelaku tindak pidana anak-anak diatur dalam Juvenile
Justice (Care and Protection of Children) Act, 2000.[6]
[1] Belajar konsep Plea Bargain dari USA, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e20230dda7eb/belajar-konsep-plea-bargain-dari-usa,
diakses tanggal 2 Mei 2013,pukul 9.40 WITA
[2] KUHP dan KUHAP belum ikuti paradigm
konstitusi, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50764c855aa72/kuhp-dan-kuhap-belum-ikuti-paradigma-konstitusi,
diakses tanggal 2 Mei 2013,pukul 9.40 WITA
[3]
Issues of Overcrowded Prisons and the Trade-Off, Misha http://www.associatedcontent.com/article/31672/plea_bargaining_in_the_criminal_justice.html
[4]
Santobello v New York, 404 US 257, dalam artikel berjudul “Plea Bargain: A Unique Remedy,
Sidhartha Mohapatra & Hailshree Saksena, indlaw.com, 17 Desember 2009
[6] Santobello v New York ,Op
cit.
Komentar
Posting Komentar