Konflik
sabah dan sulu diawali sejak ditulisnya surat oleh Agbimuddin untuk Benigno
Aquino usai terpilihya dirinya menjadi presiden pada tahun 2010 silam. Dimana
berisi ucapan selamat dan inti dari surat tersebut adalah untuk mendesak
pemerintah Filipina mendukung klaim Sulu atas wilayah Sabah. Namun,surat
tersebut tidak mendapat tanggapan dari Beniqno,sehingga pada akhirnya konflik
Sabah muncul,dimana konflik perebutan wilayah sabah oleh para sukarelawa sulu dimulai
dengan masuknya sekelompok orang yang berkisar 100-400 orang, dimana beberapa
dari mereka telah dipersenjatai, kedatangan para tentara sukarelawan Sulu
tersebut menggunakan perahu yang sampai di Sabah pada tanggal 11 Februari 2013.
Kelompok tersebut menamakan dirinya Pasukan Keamanan Kerajaan Kesultanan Sulu
dan Borneo Utara, yang dikirim oleh Jamalul Kiram III. Dimana manurut Kiram
tujuan pasukan keamanan kerajaan kesultanan sulu tersebut datang ke Sabah
adalah untuk menegaskan klaim teritorial mereka yang belum terselesaikan di
timur Sabah (bekas Borneo Utara). Kelompok itu dipimpin oleh Raja Muda
Azzimudie Kiram, yang mengaku sebagai saudara Sultan Sulu Jamalul Kiram III. Kelompok
ini menuntut Malaysia mengembalikan wilayah di Sabah itu, yang dia klaim
merupakan warisan leluhurnya. Pendudukan ini berlangsung setelah Kesultanan
Sulu merasa dirugikan dengan kesepakatan damai antara pemerintah Filipina
dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di Kepulauan Mindanao. Kesepakatan
yang dimediasi Malaysia pada Oktober 2012 itu menyebut Mindanao--termasuk
Sulu sebagai wilayah otonomi Bangsamoro dan memberikan sebagian besar wilayah
untuk dikelola secara independen.Kesepakatan tersebut menyebabkan Kesultanan
Sulu merasa tidak mendapat lahan lagi dan berniat merebut wilayah mereka di
tempat yang lain, yaitu Sabah, Malaysia. Konflik tersebut akhirnya menimbulkan
banyak dampak dan korban, dimana salah satunya dimutilasinya sejumlah polisi
Malaysia yang diduga dilakukan oleh para tentara sukarelawan Sulu di Sabah
timur, Semporna, pada 2 Maret tersebut akhirnya memicu kemarahan pemerintah
Malaysia dimana akhirnya Perdana Menteri Malaysia Najib Razak untuk mengerahkan
tujuh batalyon tentara ke Sabah dengan perintah untuk menggunakan kekuatan apa
saja yang diperlukan guna melumpuhkan kaum militan dari sulu tersebut. Hal
tersebut pada akhirnya menimbulkan kontak senjata antara tentara Malaysia
dengan para pasukan keamanan kerajaan kesultanan sulu. Menurut “Sindonews”
korban konflik antara malasya dan tentara Sulu hingga sabtu 9 maret 2013 kemarin
telah mencapai 61 orang korban sedangkan menurut “radar lampung” jumlah korban
tewas di pihak Sulu dilaporkan mencapai 54 orang. Dari pasukan Malaysia, 8
orang menjadi korban sejak perang pecah pada 1 Maret 2013,dimana pemimpin
tentara Kesultanan Sulu di Sabah yang juga adik Sultan Sulu Jamalul Kiram III
juga termasuk dalam daftar tentara sulu yang meninggal.Dimana hal tersebut
mengundang banyak pihak berbela sungkawa serta bereaksi terhadap permasalahan
tersebut,dimana hingga PBB berkata bahwa ASEAN harus bertindak untuk
menyelesaikan permasalahan konflik tersebut.
Namun,Malaysia
menolak untuk ikut campurnya ASEAN dalam permasalahan ini,hal tersebut
dikarenakan Malaysia berkata bahwa permasalahan ini masih bisa diatasi tanpa
bantuan ASEAN,hal tersebut menjadi latar belakang kami untuk menulis karya
tulis ini,dimana kami ingin mengkaji bagaimana peran ASEAN dalam menghadapi
permasalahan antara Malaysia dan Sulu ini.
Sumber :
http://international.sindonews.com/read/2013/03/10/40/725679/korban-tewas-konflik-sabah-mencapai-61-jiwa
http://www.radarlampung.co.id/read/berita-utama/57380-konflik-sabah-pimpinan-sulu-tewas
http://berita.terbaru.web.id/2013/03/sebab-akibat-konflik-sabah-perang.html
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/391935-aksi-orang-orang-sulu-bikin-pusing-malaysia-filipina
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/397120-akar-perang-sulu-malaysia
Komentar
Posting Komentar